Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tari Banyuwangi Jaranan Buto yang Diciptakan Seniman Asal Trenggalek

Tari Banyuwangi Jaranan Buto diciptakan oleh seniman asal Trenggalek. Tari dari Banyuwangi ini ia ciptakan setelah pindah ke Bumi Blambangan.
Tari Banyuwangi Jaranan Buto (Foto: Pemkab Banyuwangi)

SELABAR BANYUWANGI - Tari Banyuwangi Jaranan Buto banyak muncul di media sosial yang menunjukkan kepopulerannya di jagat maya.

Tari Banyuwangi Jaranan Buto bukan hanya tercetus dari budaya lokal, melainkan melalui proses akulturasi berdasarkan perjalanan penciptanya.

Tari Banyuwangi Jaranan Buto bahkan bukan hasil ciptaan seniman asli Banyuwangi, melainkan seorang pendatang yang kemudian menetap di Bumi Blambangan.

Berdasarkan data yang dihimpun Humas Pemkab Banyuwangi, tari dari Banyuwangi Jaranan Buto diciptkan Setro Asnawi, 81 tahun, pada tahun 1963.

Tari dari Banyuwangi itu diciptakan Setro Asnawi yang merupakan seniman asal Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, yang pindah ke Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, pada sekitar tahun 1960.

Tari dari Banyuwangi ini dibuat Setro Asnawi berdasarkan pengamatannya pada simbol-simbol visual yang ada di Banyuwangi saat awal kepindahannya.

Misalnya patung-patung macan yang saat itu di lihat di beberapa tempat di Banyuwangi, juga kisah-kisah yang berkembang dari mulut ke mulut.

Tari Banyuwangi Jaranan Buto akhirnya tercipta dari proses dialog pengalaman berkeseniannya di daerah asalnya dan budaya di tempat tinggal barunya.

"Tari ini menggambarkan simbol-simbol yang saya lihat saat awal-awal datang ke Banyuwangi. Mulai kisah Minakjinggo, Kebo Mencuet hingga patung-patung macan yang banyak dijumpai di Banyuwangi," kata Setro Asnawi, Minggu 8 Maret 2020.

Makalah Profesor Ayu Sartono yang berjudul Sekilas tentang Masyarakat Using, juga membeberkan serba-serbi tari Banyuwangi Jaranan Buto ini.

Dalam catatannya, Profesor Ayu Sartono yang semasa hidupnya pernah menjadi guru besar di Universitas Jember (Unej), menulis bahwa tari Banyuwangi Jaranan Buto berasal dari Desa Cemetuk, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi.

Tari dari Banyuwangi ini menggunakan istilah buto yang berarti raksasa mengadopsi dari sosok Minak Jinggo yang oleh sebagian orang digambarkan sebagai raksasa berwajah seram.

Instrumen Musik Jaranan Buto

1. 2 unit Bongan (alat musik perkusi)

2. 2 buah Gong (besar dan kecil)

3. Sompret (seruling)

4. Kecer (kecrek)

5. 2 buah Kendang.

Instrumen peraga utama dari tari dari Banyuwangi yang satu ini adalah replika kuda yang terbuat dari anyaman bambu.

Di saat tertentu akan ditampilkan juga instrumen peraga topeng yang terbuat dari bahan kulit binatang, berupa topeng buto, celengan (babi hutan), dan kucingan (kucing).

Sementara riasan untuk penari Jaranan Buto berupa dominan warna merah dan mata yang digambarkan berukuran besar dan melotot.

Terdapat penari laki-laki maupun perempuan yang harus juga mengenakan topeng-topeng secara bergantian dalam pertunjukan tari dari Banyuwangi ini.

Dahulu sebenarnya tari Banyuwangi Jaranan Buto ini digelar secara sederhana yang kemudian mengalami perkembangan.

Seiring berjalannya waktu tari Banyuwangi Jaranan Buto berkembang di sisi musik pengiring, kostum dan riasan, hingga koreografinya.

"Saya bangga tari ini kini banyak ditarikan oleh generasi muda. Tidak hanya di Banyuwangi saja. Bahkan di berbagai daerah di Jawa Timur," kata Setro Asnawi.

Tari Banyuwangi Jaranan Buto telah menjadi kesenian Banyuwangi, sebagaimana kesenian Banyuwangi lainnya, kuliner khas, pakaian khas, hingga oleh oleh khas Banyuwangi yang diakui masyarakat daerah tersebut.

Tari Banyuwangi Jaranan Buto kini juga nampak dibawakan pelajar di Bumi Blambangan, yang menjadi harapan bahwa kesenian yang bersumber dari simbol daerah itu akan terus lestari.(Selabar.id/Udi)